Kamis, 06 Oktober 2011
Rabu, 14 September 2011
Trilogi Kualitas (The Quality Trilogy)
Konsep Trilogi Kualitas pertama kali dikembangkan oleh Dr. Joseph M. Juran seorang ilmuwan yang banyak mengabdikan dedikasinya pada bidang manajemen kualitas dan mempunyai kontribusi penting dalam perkembangan dan kemajuan quality management khususnya di bidang industri manufaktur. Pada tahun 1986, sarjana bidang electrical engineering yang mengawali karirnya di perusahaan Western Electric ini mempublikasikan Trilogi Kualitas (The Quality Trilogy), dengan mengidentifikasi aspek ketiga dalam manajemen kualitas yakni perencanaan kualitas (quality planning).
http://miftah19.wordpress.com/2010/08/01/tqm-ala-joseph-m-juran/
Dunia akan senantiasa mengenang dan menerapkan konsep Trilogi Kualitas (The Quality Trilogy) khususnya di industri manufaktur. Dengan adanya perencanaan kualitas yang baik akan sangat bermanfaat bagi dunia industri dalam menetapkan serta membuat langkah strategis agar para konsumen terpuaskan melalui ketersediaan dan pemakaian produk yang berkualitas. Dunia pun pantas berterima kasih kepada salah seorang tokoh manajemen kualitas, Dr. Joseph M. Juran.
Hal ini tergolong terobosan baru saat itu, dimana manajemen kualitas pada dunia industri masih hanya mengenal dua aspek kualitas yang dikenal; pengendalian kualitas (quality control) dan perbaikan kualitas (quality improvement). Penerapan konsep Trilogi Kualitas menjadikan cakupan manajemen kualitas menjadi lebih luas dan kompleks. Membutuhkan keahlian dan dukungan sumber daya dalam pelaksanaannya. Adapun rincian trilogy itu sebagai berikut :
1. Perencanaan Kualitas (quality planning)
Quality planning, suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses yang akan menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna memuaskan pelanggan.
- memenuhi kebutuhan pelanggan/konsumen
- tentukan market segment (segmen pasar) produk
- mengembangkan karakteristik produk sesuai dengan Permintaan konsumen
- mengembangkan proses yang mendukung tercapainya karakteristik produk
2. Pengendalian Kualitas (quality control)
Quality control, suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi, dibandingkan dengan kebutuhan-kebutuhan yang diinginkan para pelanggan. Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya mesin-mesin rusak segera diperbaiki.
- mengevaluasi performa produk
- membandingkan antara performa aktual dan target
- melakukan tindakan jika terdapat perbedaan/penyimpangan
3. Perbaikanan Kualitas (quality improvement)
Quality improvement, suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi alokasi sumber-sumber, menugaskan orang-orang untuk menyelesaikan proyek mutu, melatih para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu dan pada umumnya menetapkan suatu struktur permanen untuk mengejar mutu dan mempertahankan apa yang telah dicapai sebelumnya.
- mengidentifikasi proyek perbaikan (improvement)
- membangun infrastruktur yang memadai
- membentuk tim
- melakukan pelatihan-pelatihan yang relevan
- diagnosa sebab-akibat (bisa memakai diagram Fishbone-Ishikawa)
- cara penanggulangan masalah
- cara mencapai target sasaran
http://miftah19.wordpress.com/2010/08/01/tqm-ala-joseph-m-juran/
Total Quality Manajement menurut Joseph M. Juran
Adapun karakteristik Total Quality Manajement (TQM) menurut Joseph M. Juran adalah meliputi;
- Kualitas menjadi bagian dari setiap agenda managemen
- Sasaran kualitas dimasukkan dalam rencana bisnis.
- Jangkauan sasaran diturunkan dari benchmarking: fokus adalah pada pelanggan dan pada kesesuaian kompetisi, di sana adalah sasaran untuk peningkatan kualitas tahunan.
- Sasaran disebarkan ke tingkat yang mengambil tindakan.
- Pelatihan dilaksanakan pada semua tingkat.
- Pengukuran ditetapkan seluruhnya.
- Manajer teratur meninjau kembali kemajuan dibandingkan dengan sasaran.
- Penghargaan diberikan untuk performansi terbaik.
- Sistem imbalan (reward system) diperbaiki
Pengalaman Berpuasa dan Berlebaran di Negeri Kangguru
31 juli 2010, bertepatan sepuluh hari sebelum
ramadhan, aku beserta 23 teman lainnya berangkat
ke negeri kangguru sebagai bagian dari sandwich
program. Dinegeri ini kami akan menimba ilmu selama
kurang lebih 3 bulan. Kami masih bisa merasakan
musim dingin pada saat kedatangan kami di sana.
Selain harus beradaptasi dengan cuaca, kami juga
harus beradaptasi dengan makanan, lingkungan dan
jadwal kegiatan yang lumayan padat. Untung ada
teman asal indonesia juga yang berbaik hati jadi
guide di hari pertama, jadi dengan mudah kami
ditunjukkan rute ke kampus, asian groceri, masjid
dan lain sebagainya. Selanjutnya siap-siap menyambut
bulan ramadhan tiba.
Suasana ramadhan di negeri ini sangat berbeda dengan
Indonesia, seperti tidak ada aperbedaan dengan
bulan-bulan lainnya. Tidak ada pasar ramadhan,
suara sholat tarawih yang terdengar dari msjid
ataupun tadarus qur'an. Hening, seperti hari-hari
biasa, bahkan azan sholatpun tidak terdengar.
Durasi puasa di Australia berkisar 12 jam dimulai
dari sekitar jam 4. 30 pagi hari sampai dengan
waktu datang maghrib sekitar jam 17.50 atau sampai
dengan jam 18.00. Kebetulan pada tahun ini bulan
ramadhan jatuh dipertengahan musim dingin, sehingga
udara dingin mempermudah kami dalam menjalankan
puasa, alhamdulilah. Bulan ramadhan terasa kental
hanya pada lingkungan masjid saja khususnya saat
menjelang berbuka puasa. Salah satunya adalah
mesjid westall di melbourne. Westall hanya berjarak
satu stasiun dari Clayton (kurang lebih 3 menit
perjalanan). Kalau anda berharap melihat bangunan
masjid berkubah nan megah seperti di Indonesia,
anda harus bersiap-siap untuk kaget. Tempat yang
kami sebut masjid Westall ini adalah sebuah bangunan
rumah biasa yang berdiri dibawah menara listrik
tegangan tinggi.Beberapa kegiatan yang dilakukan
mesjid westall ini antara lain pengajian rutin
mingguan, shalat jumat, Idul Adha, Idul Fitri,
tahajud dan subuh berjamaah, Tafsir Alquran, wisata
rohani, sampai TPA. Selain itu selama ramadhan juga
dilaksanakan pengajian shubuh, sholat tarawih dan
berbuka puasa. Ceramah menggunakan bahasa indonesia
dan bahasa inggris dikarenakan masjid ini
diprakarsai oleh warga Indonesia yang sudah menjadi
Permanent Residence di Melbourne ini. Menu buka
puasa yang disajikan cukup mewah seperti rendang,
ayam goreng, sop ayam, soto, tumisan sayur dan
buah-buahan seperti kiwi, apel, pisang, jeruk dan
lainnya. Dan tentu saja nasi putih sebagai menu
utama. Tidak setiap kami kami bisa melakukan
tarawih di mesjid, berhubung penginapan kami
(Student Accommodation Victoria/SAV) terletak
lumayan jauh yaitu di daerah Boxhill.
Sehingga kami melakukan sholat tarawih secara
berjamaah dan kultum di SAV. Namun hal ini malah
menambah rasa kebersamaan kami yang jauh dari
keluarga.
Lebaran tiba, hati bahagia bercampur sedih.
Bahagia karena bisa merasakan berpuasa di negeri
kangguru dan 2 bulan lagi bisa pulang ke tanah air
tercinta, sedih mengingat tidak bisa berlebaran dan
berkumpul bersama keluarga tercinta. Kami
melaksanakan sholat idul fitri di Southern Community
Centre, 27 Rupert Drive, Mulgrave. Sholat disini
terasa begitu sederhana namun khidmat. Sangat
terharu bisa berkumpul dan sholat bersama kaum
muslimin dari berbagai negara. Takbiran hanya
terdengar dari dalam ruang saja, tanpa didengung
dengungkan seperti halnya di indonesia. Setelah
sholat idul fitri langsung dilanjutkan dengan
acara halal bihalal dan makan-makan dgn beraneka
macam kue, minuman serta makanan lainnya yang
tersedia.
Kemudian siang hari setelah halal bihalal di
southern community center, kami menghadiri halal
bihalal yang diselenggarakan oleh monash indonesian
islamic society, melbourne. Kami sholat dhuhur
berjamaah kemudian dilanjutkan dengan salam-salaman
sesama muslim. Acara ini terkesan santai dan
merupakan acara silaturahmi antara sesama muslim.
Disini kami bertemu dengan sesama muslim dari
negera lain, namun tetap saja didominasi oleh
orang indonesia. Menu utamanya adalah barbeque.
Selain itu juga bakso, es teler dan kue-kue.
Itu adalah sebagian pengalaman ku berpuasa dan
berlebaran di negeri kangguru. Sangat berkesan
walaupun tak semeriah di negeri sendiri.
Smoga suatu sat nanti bisa kembali kesana dan
menambah pengalaman baru lagi yang berharga.
TAMAN BUNGA
Pada suatu hari Aristotheles bertanya pada Gurunya :
"Bagaimanakah kita dapat memilih sesuatu yang baik dalam hidup ini?"
Guru: "Berjalanlah lurus di Taman Bunga yg Luas, Petiklah 1 Bunga yang Terindah menurutmu, Dan jangan pernah berbalik ke belakang"
Kemudian Aristotheles melaksanakannya dan kembali dengan Tangan Hampa..
Guru: "Mana Bunganya? "
Aristotheles menjawab: " Aku tdk bisa mendapatkannya, sebenarnya aku telah menemukannya, tapi aku berfikir, di depan ada pasti yg LEBIH INDAH lagi..ketika aku telah sampai di Ujung Taman, Aku baru sadar bahwa yg aku temui Pertama tadi adalah yg Terbaik, tapi aku tidak bisa kembali lagi ke belakang..."
Guru: "seperti itulah hidup, semakin kau mencari yg Terbaik, maka Kau tak akan pernah menemukannya..Jangan pernah Sia-siakan yg Tumbuh d Hatimu.. Dan janganlah sia-siakan seseorang yang mencintaimu saat ini... Karena waktu Tak Akan pernah Berputar kembali..
Semoga bermanfaat ....
Jakarta 14 September 2011
ALFAQIR : N.S.A.F
W. Edwards Deming
William Edwards Deming (October 14, 1900 – December 20, 1993) was an American statistician, professor, author, lecturer and consultant. He is perhaps best known for his work in Japan. There, from 1950 onward, he taught top management how to improve design (and thus service), product quality, testing and sales (the last through global markets)[1] through various methods, including the application of statistical methods.
Deming made a significant contribution to Japan's later reputation for innovative high-quality products and its economic power. He is regarded as having had more impact upon Japanese manufacturing and business than any other individual not of Japanese heritage. Despite being considered something of a hero in Japan, he was only just beginning to win widespread recognition in the U.S. at the time of his death.[2]
Dr. Deming's teachings and philosophy are best illustrated by examining the results they produced when they were adopted by Japanese industry, as the following example shows: Ford Motor Company was simultaneously manufacturing a car model with transmissions made in Japan and the United States. Soon after the car model was on the market, Ford customers were requesting the model with Japanese transmission over the USA-made transmission, and they were willing to wait for the Japanese model. As both transmissions were made to the same specifications, Ford engineers could not understand the customer preference for the model with Japanese transmission. Finally, Ford engineers decided to take apart the two different transmissions. The American-made car parts were all within specified tolerance levels. On the other hand, the Japanese car parts were virtually identical to each other, and much closer to the nominal values for the parts - e.g., if a part was supposed to be one foot long, plus or minus 1/8 of an inch - then the Japanese parts were all within 1/16 of an inch. This made the Japanese cars run more smoothly and customers experienced fewer problems. Engineers at Ford could not understand how this was done until they met Deming.[3]
Deming received a BSc in electrical engineering from the University of Wyoming at Laramie (1921), a M.S. from the University of Colorado (1925), and a Ph.D. from Yale University (1928). Both graduate degrees were in mathematics and physics. Deming had an internship at Bell Telephone Laboratories while studying at Yale. He later worked at the U.S. Department of Agriculture and the Census Department. While working under Gen. Douglas MacArthur as a census consultant to the Japanese government, he famously taught statistical process control methods to Japanese business leaders, returning to Japan for many years to consult and to witness economic growth that he had predicted would come as a result of application of techniques learned from Walter Shewhart at Bell Laboratories. Later, he became a professor at New York University while engaged as an independent consultant in Washington, D.C.
Deming was the author of Out of the Crisis (1982–1986) and The New Economics for Industry, Government, Education (1993), which includes his System of Profound Knowledge and the 14 Points for Management (described below). Deming played flute & drums and composed music throughout his life, including sacred choral compositions and an arrangement of The Star Spangled Banner.[4]
In 1993, Deming founded the W. Edwards Deming Institute in Washington, D.C., where the Deming Collection at the U.S. Library of Congress includes an extensive audiotape and videotape archive. The aim of the W. Edwards Deming Institute is to foster understanding of The Deming System of Profound Knowledge to advance commerce, prosperity, and peace.[5]
http://en.wikipedia.org/wiki/W._Edwards_Deming
Deming made a significant contribution to Japan's later reputation for innovative high-quality products and its economic power. He is regarded as having had more impact upon Japanese manufacturing and business than any other individual not of Japanese heritage. Despite being considered something of a hero in Japan, he was only just beginning to win widespread recognition in the U.S. at the time of his death.[2]
Dr. Deming's teachings and philosophy are best illustrated by examining the results they produced when they were adopted by Japanese industry, as the following example shows: Ford Motor Company was simultaneously manufacturing a car model with transmissions made in Japan and the United States. Soon after the car model was on the market, Ford customers were requesting the model with Japanese transmission over the USA-made transmission, and they were willing to wait for the Japanese model. As both transmissions were made to the same specifications, Ford engineers could not understand the customer preference for the model with Japanese transmission. Finally, Ford engineers decided to take apart the two different transmissions. The American-made car parts were all within specified tolerance levels. On the other hand, the Japanese car parts were virtually identical to each other, and much closer to the nominal values for the parts - e.g., if a part was supposed to be one foot long, plus or minus 1/8 of an inch - then the Japanese parts were all within 1/16 of an inch. This made the Japanese cars run more smoothly and customers experienced fewer problems. Engineers at Ford could not understand how this was done until they met Deming.[3]
Deming received a BSc in electrical engineering from the University of Wyoming at Laramie (1921), a M.S. from the University of Colorado (1925), and a Ph.D. from Yale University (1928). Both graduate degrees were in mathematics and physics. Deming had an internship at Bell Telephone Laboratories while studying at Yale. He later worked at the U.S. Department of Agriculture and the Census Department. While working under Gen. Douglas MacArthur as a census consultant to the Japanese government, he famously taught statistical process control methods to Japanese business leaders, returning to Japan for many years to consult and to witness economic growth that he had predicted would come as a result of application of techniques learned from Walter Shewhart at Bell Laboratories. Later, he became a professor at New York University while engaged as an independent consultant in Washington, D.C.
Deming was the author of Out of the Crisis (1982–1986) and The New Economics for Industry, Government, Education (1993), which includes his System of Profound Knowledge and the 14 Points for Management (described below). Deming played flute & drums and composed music throughout his life, including sacred choral compositions and an arrangement of The Star Spangled Banner.[4]
In 1993, Deming founded the W. Edwards Deming Institute in Washington, D.C., where the Deming Collection at the U.S. Library of Congress includes an extensive audiotape and videotape archive. The aim of the W. Edwards Deming Institute is to foster understanding of The Deming System of Profound Knowledge to advance commerce, prosperity, and peace.[5]
http://en.wikipedia.org/wiki/W._Edwards_Deming
14 PRINSIP DEMING UNTUK MANAJEMEN MUTU
1. Tumbuhkan terus tekad yang kuat untuk meraih mutu.
2. Adopsi filosofi mutu kinerja yang baru.
3. Hentikan ketergantungan pada pengawasan jika ingin meraih mutu.
4. Hentikan hubungan kerja yang hanya berdasar harga.
5. Selamanya lakukan terus perbaikan-perbaikan.
6. Lembagakan pelatihan-sambil kerja.
7. Lembagakan kepemimpinan yang membantu.
8. Singkirkan sumber ketakutan.
9. Hilangkan penghalang komunikasi antar bagian.
10. Hilangkan slogan-slogan dan keharusan-keharusan.
11. Hilangkan kuota dan target-target kuantitatif.
12. Hilangkan penghalang-penghalang yang merampas kebanggaan orang dalam kerjanya.
13. Lembagakan program pendidikan dan pengembangan diri secara sungguh-sungguh.
14. Libatkan semua orang dalam mencapai transformasi.
2. Adopsi filosofi mutu kinerja yang baru.
3. Hentikan ketergantungan pada pengawasan jika ingin meraih mutu.
4. Hentikan hubungan kerja yang hanya berdasar harga.
5. Selamanya lakukan terus perbaikan-perbaikan.
6. Lembagakan pelatihan-sambil kerja.
7. Lembagakan kepemimpinan yang membantu.
8. Singkirkan sumber ketakutan.
9. Hilangkan penghalang komunikasi antar bagian.
10. Hilangkan slogan-slogan dan keharusan-keharusan.
11. Hilangkan kuota dan target-target kuantitatif.
12. Hilangkan penghalang-penghalang yang merampas kebanggaan orang dalam kerjanya.
13. Lembagakan program pendidikan dan pengembangan diri secara sungguh-sungguh.
14. Libatkan semua orang dalam mencapai transformasi.
Kamis, 08 September 2011
Langganan:
Postingan (Atom)